Friday, April 24, 2015

Ironi Harga Baru BBM

Ini opini yang aku kirim ke Kendari Pos-salah satu koran terbesar di Sultra-tapi gak di terbitin.
Mungkin tulisan ini belum layak kali ya? Tapi aku tidak akan menyerah. Sampai kapanpun tidak akan...Ini kali pertama aku kirimkan tulisan ke media cetak.  Sambil terus berusaha, aku posting aja tulisan ini ke blog pribadiku biar di baca orang. Gak pake nunggu berhari-hari, karena aku sendiri adalah editornya.
Baiklah, cek it out!

Pada hari rabu (23/3/2015) lalu, pemerintah kembali mengumumkan harga baru Bahan Bakar Minyak (BBM).Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kenaikan harga ini disebabkan karena  meningkatnya rata-rata harga minyak dunia serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dalam satu bulan terakhir.  Ini adalah kesekian kalinya pemerintah menaikkan BBM setelah sebelumnya juga menaikkan, lalu menurunkan kembali dengan alasan yang hampir sama.

Dalam kurun waktu yang relatif singkat ini, sudah terjadi beberapa kali kenaikan dan penurunan harga BBM. Hak untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah eksekutif meskipun tidak melalui persetujuan DPR asalkan tidak merubah APBN 2015. Begitulah amanat Undang-Undang MD3. Namun meskipun demikian, dalam membuat keputusan, Pemerintah tidak boleh apatis dan harus kembali melihat keadaan rakyat sebagai konstituennya. Masih hangat dalam pikiran kita, pada awal tahun lalu pemerintah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) namun penurunan itu tidak serta merta di ikutii dengan penurunan harga jasa dan barang di pasar. Kenyataannya  saat ini, harga BBM telah turun namun harga di pasar masih mengikuti harga ketika BBM di naikkan bulan November 2014 lalu kalaupun turun maka besarannya tidak signifikan. Hal ini berarti jika harga BBM di naikkan lagi maka harga-harga yang sudah tinggi itu akan semakin melambung tinggi.

Untuk beberapa saat, mungkin masyarakat masih bisa bertahan dari kehimpitan harga ini dengan memangkas pengeluaran sehari-hari dan mengalihkannya ke keperluan lain yang lebih penting. Namun sampai kapan? Bila harga barang dan jasa tak kunjung turun atau bahkan akan semakin naik sementara kita tahu bahwa efek lain dari kenaikan harga membuat banyak orang kehilangan mata pencaharian dan membuat pendapatan menjadi minim maka dipastikan jumlah penderitaan juga kesedihan di Republik ini akan menggurita dan tindakan kriminal yang bertentangan dengan sifat tenggang rasa bangsa akan tumbuh subur. Tentu kita dan pemerintahan saat ini tidak ingin hal itu terjadi.

Saat ini masyarakat belum bisa makan dengan tenang ataupun tidur dengan nyenyak. Semua itu karena mereka masih di hantui dengan sebuah fakta bahwa harga BBM masih berpeluang naik. Paling tidak, pertikaian yang terjadi di negara Timur-Tengah juga mempengaruhi harga minyak dunia. Selama pertikaian masih terjadi, harga minyak dunia belum akan stabil. Oleh karena harga minyak Indonesia bergantung pada harga minyak dunia, maka berarti keadaan minyak Indonesiapun belum akan stabil. Kemudian, harapan agar nilai tukar rupiah terhadap dollar kembali menguat sepertinya tidak akan mudah. Saat ini pemerintah masih berusaha menahannya ke level Rp 13,200/dollar. Kemungkinan menguatnya sangat tipis sementara kemungkinan melemahnya sangat besar. Sangat dihawatirkan, apabila suatu saat pemerintah tidak berhasil menaikkan atau mempertahankan rupiah di posisi saat ini  maka berarti nilai tukar rupiah terhadap dollar kembali melemah dan kenaikan harga BBM dipastkan akan terjadi lagi.

Sungguh ironi disaat anjloknya nilai tukar rupiah pemerintah malah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Ini seperti memberikan beban tambahan dipundak masyarakat yang belum selesai merasakan kenaikan harga akibat melemahnya nilai tukar rupiah, kini sudah harus menambahnya lagi dengan kenaikan lain. Bukankah seharusnya kebijakan kali ini di tangguhkan terlebih dahulu? Sebab bila tidak, akan terjadi akumulasi kenaikan harga barang dan jasa yang berlebihan.

Masyarakat kita saat ini hanya menonton saja apa yang dilakukan oleh pemerintah meski haknya tidak diberikan  sekalipun. Tetapi sikap diam tersebut jangan disalah artikan bahwa rakyat setuju terhadap kebijakan menaikkan harga BBM. Butuh pengertian dari pemimpin untuk memahami apa yang dirasakan rakyat yang dipimpinnya meski tidak mereka ekspresikan dalam bentuk ucapan ataupun tindakan. Kepercayaan lebih yang diberikan rakyat kepada pemimpinnya ini, sebaiknya tidak membuat pemerintah terlena sehingga suatu hari kembali mengulang perbuatan yang sama.

Suatu pemerintahan tidak akan berjalan dengan baik manakala tidak menyisipkan partisipasi rakyat di dalamnya. Oleh karena itu kedepan sebelum menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), pemerintah eksekutif sebaiknya meminta pandangan rakyat terlebih dahulu  terkait rencana penaikan harga. Mungkin saja dalam perdebatan tersebut ada usulan yang lebih baik yang diberikan oleh rakyat dalam hal ini diwakili oleh DPR sehingga stabilitas negara masih tetap terjaga meskipun harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak dinaikkan dan yang lebih penting agar tidak terjadi ironi. Semoga![]
Baca Selengkapnya ...