Malam ini adalah malam yang spesial bagi sebagian orang. Malam yang membahagiakan karena mereka telah berhasil menyelesaikan studi sekaligus mendapatkan gelar S-1 setelah melalui perjalanan yang “berdarah-darah”di kampus. Berdarah-darah karena hal itu tidaklah mudah. Untuk mendapatkannya mereka harus menjalani pahit-manis kehidupan kampus. Dan rasa kebahagiaan itu di ungkapkan dengan berbagai cara, ada yang mengadakan acara syukuran dengan mengundang teman, sahabat, tetangga dan keluarga. Ada pula yang membuat acara bakar-bakar , dsb. Dengan maksud agar kebahagiaan yang di rasakan olehnya dan keluarga dapat pula di rasakan oleh orang lain.
Berbagi kebahagiaan adalah salah satu wujud kesyukuran kita kepada Allah swt.Karena semakin sering kita mensyukuri nikmat maka Allah akan semakin menambah kenikmatan itu. Kita bersyukur karena telah di beri kesempatan untuk dapat menikmati bangku perguruan tinggi sebab masih ada orang di luar sana yang ingin melanjutkan sekolahnya ke bangku perkuliahan namun karena terkendala oleh biaya sehingga mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolahnya. Padahal, tingkat kemajuan suatu negara itu di ukur dari tingkat pendidikan rakyatnya. Semakin banyak rakyatnya yang sarjana maka akan semakin maju negaranya dan semakin rendah tingkat pendidikan rakyatnya maka akan semakin tertinggal negara itu. Dan inilah yang terjadi di negara kita, biaya kuliah semakin hari semakin tinggi. Perguruan swasta dan perguruan negeri saling bersaing menaikkan biaya kuliah. Sehingga kebodohan merajalela ke mana-mana.
Bukankah sudah menjadi tugas negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagaima telah termaktub dalam alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “ Ikut mencerdaskan kehidupan bangsa”. Konstitusi negara kita sudah mengatur itu, kok itu juga di langgar? Non sense.
Coba lah kita sedikit memahami mengapa angka kriminalitas di negara kita begitu tinggi? Mengapa angka kemiskinan juga tak kalah hebatnya? Itu adalah karena tingkat pendidikan mereka rendah dan kurangnya kesadaran dari para sarjana untuk melakukan perubahan. Padahal “tugas seorang sarjana adalah berpikir dan mencipta yang baru. Mereka harus bisa bebas dari segala arus masyarakat yang kacau, tetapi tidak bisa lepas dari fungsi sosialnya yakni bertindak demi tanggung jawab sosialnya apabila keadaan telah mendesak”. (Soe Hok Gie)
Sarjana hari ini di hadapkan dengan berbagai masalah dan kekacauan. Setelah lulus dan hendak mencari pekerjaan mereka di hadapkan dengan sebuah fakta bahwa untuk di terima bekerja di instansi tertentu mereka harus menyiapkan cost yang besar. Sogok sana, sogok sini bukanlah masalah yang penting dapat di terima bekerja. Hasilnya pekerjaan menjadi amburadul. Karena yang diterima bukanlah orang yang memiliki kompeten. Ini adalah salah satu contoh arus masyarakat yang kacau. Kacau karena Islam melarang memakan harta orang lain dengan cara yang bathil. Yang di suap ataupun yang menyuap sama-sama akan mendapatkan dosa. Seorang sarjana haruslah bebas dari hal itu dan bertindak memperbaiki keadaan yang kacau itu untuk menunaikan tanggung jawab sosialnya.
* Penulis : All must
Twitter : @_almustakim
No comments:
Post a Comment